Senin, 30 Juli 2012

ALQUAN


 Pengertian Alquran
Menurut: 
1. FATKHUR RI'AN
2. M. AINUL FIKRI

Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka tipudayanya.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan keuniversalannya serta menunjukkan bahawa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad:29)
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)
Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)
Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)
Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,
Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)
Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)
Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)

DOSA DAN PAHALA PUASA

BULAN RAMADHAN; ANTARA PAHALA DAN DOSA

    Bulan Ramadhan memiliki  banyak keutamaan dibandingkan  bulan-bulan lainnya; di dalamnya al-Qur`an diturunkan, puasa yang merupakan salah satu rukun Islam juga diwajibkan pada bulan iniو malam yang lebih baik dari seribu bulan juga ada dalam bulan ini dan di samping itu semua, segudang fadhilah lain pun menanti di bulan mubarak ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallohu alaihi wasallam memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan sabdanya:
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang mubarak (diberkahi). Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu. Juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikan lailatul qadr, maka ia orang yang terhalang dari kebaikan." (HR. Nasa`i dan Ahmad serta dinyatakan shahih oleh Albani).
         Ramadhan adalah tamu yang datang sebagai nikmat yang sangat besar bagi hamba-hamba Allah; di bulan ini para hamba Allah berkompetisi dengan sekian banyak jenis ibadah untuk meraih predikat termulia yaitu taqwa.
          Secara umum, seluruh jenis kebaikan yang dianjurkan dalam syariat Islam hendaknya dioptimalkan kuantitas dan kualitasnya di bulan Ramadhan, namun ada beberapa amalan khusus yang sangat dianjurkan di bulan ini, diantaranya:
1.              Puasa
Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan berpuasa di bulan Ramadhan sebagai salah satu rukun Islam. Firman Allah Azza wa Jalla (artinya):
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah:183).
Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةُ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ الْحَرَامِ.
"Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tidak Ilah yang berhak disembah selain Allah  dan Muhammad  adalah rasul Allah  mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan pergi haji ke Baitul Haram." (HR. Bukhari dan Muslim).
Di antara sekian banyak amalan yang dianjurkan di bulan suci Ramadhan, maka puasa adalah amalan yang terbaik karena hukumnya wajib. Allah Azza wa Jalla mencintai para hamba-Nya yang melakukan ibadah-ibadah yang wajib sebelum memperbanyak amalan-amalan yang disunnahkan. Dalam hadits qudsi Allah berfirman
﴿...وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ...﴾
...tidaklah seorang hambaku bertaqarrub kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai melebihi apa yang aku wajibkan atasnya...(HR. Bukhari).
Puasa di bulan Ramadhan merupakan penghapus dosa-dosa yang terdahulu apabila dilaksanakan dengan ikhlas berdasarkan iman dan hanya mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala,  Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah subahanahu wa ta’ala, niscaya diampuni dosa-dosanya telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Inti dari puasa adalah mengekang hawa nafsu. Tidak melakukan apa yang Allah larang pada saat berpuasa walaupun mungkin mubah di luar bulan Ramadhan. Jadi puasa yang berpahala hanyalah yang mampu menghindarkan diri orang yang berpuasa dari hal-hal yang bisa merusak pahala puasa tersebut.
Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“(Hakikat) puasa bukanlah (sekadar) menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang sia-sia dan keji. Jika seseorang mengumpatmu atau berlaku jahil atasmu maka katakan, “Aku seorang yang berpuasa, aku seorang yang berpuasa”    (HR. Ibnu Khuzaimah, Hakim dan Baihaqi serta dishahihkan oleh Albani)
Dalam hadits yang lain beliau mengingatkan,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
Boleh jadi ada seorang yang berpuasa dan bagian yang didapatkannya hanyalah lapar dan haus serta boleh jadi seorang yang shalat malam akan tetapi bagian yang didapatkannya hanyalah begadang.”             (HR. Ibnu Majah dan Ahmad serta dishohihkan oleh Albani).
Orang yang berpuasa seyogyanya menghindarkan dirinya dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia, apatah lagi jika mengandung dosa. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya maka Allah tidak berkepentingan terhadap apa yang dilakukannya berupa meninggalkan makan dan minum” (HR. Bukhari).
       Sejatinya, orang yang berpuasa meninggalkan hal-hal terlarang. Tapi justru kita melihat fenomena sebagian umat Islam masih banyak yang tenggelam dalam kemaksiatan atau paling tidak hal-hal yang sia-sia, seperti menghabiskan waktu untuk menikmati berbagai hiburan di TV atau radio, bermain kartu, catur dan semacamnya. Para remaja juga banyak asyik dengan balapan motor pada waktu yang seharusnya dimanfaatkan untuk tadarrus Al Quran. Semua itu sangat dikhawatirkan jadi penyebab amalan puasa mereka tidak menuai pahala di sisi Allah. Karena itu, agar seorang muslim tidak terjatuh dalam perbuatan yang sia-sia hendaknya menata waktu sebaik-baiknya dan mengagendakan program ibadah yang akan dilakukannya selama bulan suci ini. Camkanlah setiap detik yang Anda lalui dalam bulan suci Ramadhan sangat bernilai untuk kebahagiaan dunia dan akhirat anda.

2.              Membaca al-Qur`an
      Al-Qur`an adalah pegangan dan pedoman hidup seorang muslim, karena itu sangat dianjurkan untuk dibaca pada setiap waktu dan kesempatan.   
Allah Tabaraka wa ta’la berfirman (artinya):
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al Quran) dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”           (QS. Fathir:29)
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda:
اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ.                                 
"Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi orang yang akrab dengannya” (HR. Muslim).
     Membaca al-Qur`an lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan itulah diturunkan al-Qur`an.
Firman Allah Azza wa Jalla:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS: al-Baqarah:185).
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam yang saban hari membaca Al Quran ketika datang bulan Ramadhan beliau makin memperbanyak, seperti diceritakan dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau bertutur:
وَلاَ أَعْلَمُ نَبِيَّ الله ِقَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِى لَيْلَةٍ, وَلاَ قَامَ لَيْلَةً حَتَّى يُصْبِحَ وَلاَ صَامَ شَهْرًا كَامِلاً غَيْرَ رَمَضَانَ.
"Saya tidak mengetahui Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pernah mengkhatamkan al-Qur`an dalam waktu hanya semalam, shalat sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan." (HR. Ahmad dan Nasai serta dishahihkan oleh Albani).
          Dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma yang diriwayatkan Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam melakukan tadarus al-Qur`an bersama Jibril alaihis salam di setiap bulan Ramadhan.
      Para Salaf Sholeh sangat memahami keutamaan memperbanyak membaca Al Quran di bulan Ramadhan. Imam Zuhri ketika ditanya tentang amalan yang dianjurkan di bulan Ramadhan beliau menjawab. “Bulan Ramadhan hanyalah untuk membaca Al Quran dan memberi makan fakir miskin”.
Jika Ramadhan telah masuk, Imam Sufyan Ats Tsauri meninggalkan ibadah-ibadah sunnah lain untuk konsentrasi membaca Al Quran.
Imam Malik pada saat masuk bulan Ramadhan beliau menghindari majelis ilmu untuk memfokuskan dirinya membaca Al Quran.
Al Aswad menamatkan Al Quran di bulan Ramadhan setiap dua malam begitu pula Nakha-i terutama pada 10 terakhir bulan Ramadhan.
Seorang tabi’in mulia yang bernama Qatadah bin Di’amah As Sadusi menamatkan Al Quran setiap 3 hari selama bulan Ramadhan dan pada sepuluh terakhir beliau tamatkan setiap malamnya.
Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah keduanya menamatkan Al Quran selama bulan Ramadhan sebanyak 60 kali dan itu dibacanya di luar shalat.
Lalu bagaimana dengan kita para pengaku pencinta dan pengikut Salaf? Seharusnya setiap kita menargetkan untuk mengkhatamkan Al Quran pada bulan Ramadhan minimal sekali. Siapa yang tidak mampu mengkhatamkan di bulan ini berarti dia tidak akan mampu mengkhatamkannya di bulan selainnya.

3.              Menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan melaksanakan shalat Tarawih berjamaah di mesjid(1)
         Shalat lail merupakan salah satu di antara shalat yang hukumnya sunnah muakkadah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan, dan dia merupakan shalat sunnah yang paling afdhal.
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda :
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Shalat yang paling afdhal sesudah shalat wajib adalah shalat lail”    (HR. Muslim)
Karena itu shalat lail pada bulan Ramadhan yang dikenal dengan nama shalat Tarawih, lebih dianjurkan dan dikuatkan hukumnya dari bulan-bulan lainnya karena dikerjakan pada bulan yang paling afdhal.
Diantara dalil yang menunjukkan keutamaan shalat tarawih adalah sabda Rasulullah shallallohu alaihi wasallam :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
 “Barang siapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan / shalat Tarawih dengan dasar iman dan ikhlas (mengharapkan pahala), maka diampuni baginya dosa yang telah lampau”. (HR. Bukhari dan Muslim)
     Tidak sebagaimana lazimnya shalat sunnah lain yang afdhalnya ditunaikan di rumah adapun shalat tarawih maka dia dianjurkan dilakukan secara berjamaah di mesjid-mesjid kaum muslimin. Hal ini berdasarkan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dan dihidupkan lagi oleh khalifah Umar bin Khaththab radhiyallohu anhu serta terus dilestarikan oleh kaum muslimin di seluruh dunia hingga hari ini.
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah menyebutkan keutamaan shalat tarawih secara berjamaah dalam hadits yang diceritakan oleh Abu Dzar radhiyallohu anhu,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتِّى ينْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامَ لَيلَةٍ …
 “Sesungguhnya barang siapa yang shalat (tarawih) bersama imam hingga selesai maka dicatat baginya (seperti) dia shalat (tarawih) sepanjang malam”. (HR. Ashhabus Sunnan dan dishohihkan oleh Albani)
     Imam Abu Dawud rahimahulloh menuturkan : “Saya pernah mendengar Imam Ahmad ditanya : “Yang mana lebih engkau sukai seseorang shalat Tarawih di bulan Ramadhan berjamaah atau sendirian ?, Beliau menjawab : “Shalat berjamaah”. Dan beliau (Imam Ahmad) pernah berkata : “Saya menyukai seseorang shalat bersama imam dan ikut witir bersamanya karena Nabi shallallohu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya seseorang jika shalat bersama imam hingga selesai maka Allah mencatat baginya (pahala) shalat sepanjang malam”.
Kemudian Imam Abu Dawud rahimahulloh berkata : “Imam Ahmad pernah ditanya (lagi) sedang saya mendengar : “Apakah (lebih afdhal) mengakhirkan shalat Tarawih hingga akhir malam ?”, beliau menjawab : “Tidak, kebiasaan kaum muslimin lebih saya sukai”.
Berkata Asy Syaikh Al Albani rahimahulloh ketika menjelaskan perkataan Imam Ahmad yang terakhir ini : “Yakni beliau lebih menyukai shalat Tarawih secara berjamaah di awal waktu dibandingkan shalat sendirian di akhir malam, walaupun shalat yang dilaksanakan di akhir malam mempunyai keutamaan khusus, namun berjamaah lebih afdhal karena Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah melaksanakannya dan menghidupkannya bersama kaum muslimin di masjid. Oleh karena itu hal ini (shalat Tarawih berjamaah) terus dilakukan oleh kaum muslimin sejak zaman Umar radhiyallohu anhu hingga saat ini”.
          Fenomena menggembirakan yang ada di tengah masyarakat kita antusias untuk mengerjakan shalat tarawih cukup besar akan tetapi hal yang perlu diingatkan kepada setiap muslim yang merindukan pahala dari shalatnya agar melaksanakan shalat tarawih ini dengan penuh khusyu’ dan thuma’ninah karena boleh jadi seseorang mengerjakan shalat tapi tidak mendapatkan pahala shalatnya bahkan boleh jadi di sisi Allah dia tidak dianggap shalat. Karena itu sebaiknya kita memilih mesjid yang imamnya melaksanakan shalat dengan thuma’ninah agar ruh dari sholat bisa kita raih dan keberkahan tarawih di bulan suci ini bisa kita rasakan.

4.              Memperbanyak doa
       Dalam rangkaian ayat Al-Qur’an mengenai puasa di bulan Ramadhan terselip suatu ayat yang secara khusus membicarakan soal berdoa. Allah Azza wa Jalla berfirman, (artinya):
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah ayat 186)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Allah Ta’ala menyebut ayat ini yang memotivasi untuk berdoa terletak diantara ayat-ayat tentang hukum puasa sebagai arahan agar bersungguh-sungguh berdoa pada saat menyempurnakan bulan puasa bahkan pada setiap berbuka puasa”
        Bulan Ramadhan merupakan bulan di mana orang beriman mempunyai kesempatan begitu luas untuk berdoa kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Dan waktu-waktu mustajab (saat doa berpeluang besar dikabulkan Allah) tersebar dalam beberapa momen khusus sepanjang Ramadhan. Maka, saudaraku, manfaatkan kesempatan emas dengan mengajukan berbagai permintaan kepada Allah ta'aala terutama doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam  seperti doa pada saat berbuka puasa, menghadiri jamuan buka puasa, setelah shalat witir dan lain-lain(2).
5.              Memperbanyak sedekah:
    Rasulullah shallallohu alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau makin bertambah di bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, beliau berkata:
"Rasulullah r adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat Jibril alaihis salam menemui beliau, …     (HR. Bukhari).
       Diantara bentuk sedekah yang dianjurkan pada bulan suci ini adalah memberikan buka puasa terutama bagi fakir miskin
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barangsiapa yang memberikan buka puasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa harus mengurangi pahala orang berpuasa itu sedikit pun(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah serta dishahihkan oleh Albani)
     Apakah anda menginginkan puasa Ramadhan anda tahun ini nilainya dua kali lipat? Apakah anda mengharapkan pahala dua Ramadhan dalam satu Ramadhan yang anda jalani? Perhatikan hadits di atas ternyata kita berpeluang untuk mewujudkan keinginan kita itu dengan cara memberikan buka puasa kepada orang yang berpuasa. Dikisahkan bahwa sahabat yang mulia Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma jika berpuasa beliau senantisa berbuka bersama orang-orang miskin

6.              Melaksanakan ibadah umrah:
     Umroh dalam bahasa Arab berarti ziyarah, yaitu melaksanakan ziyarah ke Baitullah untuk melaksanakan serangkaian ibadah yang diajarkan tuntunannya oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam. Jika saja umroh yang dilakukan berulang kali akan melebur dosa yang dilakukan diantara kedua umroh maka umroh yang dikerjakan di bulan Ramadhan pahalanya dinilai sama dengan berhaji. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,
فَعُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
"Umrah di bulan Ramadhan sama dengan ibadah haji atau haji bersamaku." (HR. Bukhari dan Muslim)
     Maka bagi anda yang memiliki kemampuan, mari meraih pahala haji bersama Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dengan cara berumroh di bulan Ramadhan. Tentu saja hal yang ironi jika seorang muslim yang mampu dan telah berkali-kali mengadakan ziyarah dan wisata di berbagai negeri lalu tidak menyempatkan dirinya berkunjung ke tanah suci yang dengan mengunjunginya dia akan mendapatkan berbagai pahala dan sebagai pelebur dosa-dosanya. Namun perlu dicermati bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam tidak membatasi pelaksanaannya pada sepuluh hari terakhir bulan tersebut, walaupun tentu saja hal itu lebih afdhal, Wallohu A’lam

7.              Menghidupkan Malam Lailatul Qadar(3)                                                                                                                                             
       Lailatul qadar dalam bahasa Arab bermakna malam kemuliaan Firman Allah Azza wa Jalla:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS.al-Qadar :3)
Seribu bulan itu sama dengan 83 tahun 4 bulan, hal itu berarti seorang yang mendapatkannya lalu beribadah padanya seakan-akan umurnya telah bertambah sebanyak 83 tahun 4 bulan yang kesemuanya diisi dengan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kapan sebenarnya lailatul qadar dan dari sekian banyak pendapat yang ada maka pendapat yang terkuat bahwa ia terjadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, terlebih lagi pada malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23,25,27, dan 29.
Malam itu adalah pelebur dosa-dosa di masa lalu, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدَرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
"Dan barangsiapa yang beribadah pada malam 'Lailatul qadar' semata-mata karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Bukhari dan Muslim)
          Menghidupkan Lailatul qadar adalah dengan memperbanyak ibadah-badah berupa shalat malam, membaca al-Qur`an, zikir, membaca shalawat dan berdoa. Aisyah radhiyallohu anha ketika menggambarkan mujahadah Rasulullah shallallohu alaihi wasallam di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, beliau mengatakan,
Jika sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan telah masuk maka beliau mengencangkan kain sarungnya (tidak menggauli lagi istri-istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan anggota keluarganya(HR. Bukhari dan Muslim)
Jika seseorang mendapatkan karunia bertemu dengan lailatul qadar dianjurkan membaca doa ini :
اَللّهُمّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنِّي
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf,  suka memaafkan, maka maafkanlah aku." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah serta dishahihkan oleh Albani)

8.              I'tikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan(4)
     I'tikaf dalam bahasa Arab berarti berdiam diri atau menahan diri pada suatu tempat, untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Sedang dalam istilah syar'i, i'tikaf berarti berdiam di masjid untuk beribadah kepada Allah dengan sifat dan cara tertentu sesuai yang telah diatur oleh syari'at.
I'tikaf merupakan salah satu sunnah yang telah ditinggalkan oleh kebanyakan ummat Islam padahal ibadah ini tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam walaupun sekali hingga wafat beliau, seperti yang diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Sesungguhnya Nabi shallallohu alaihi wasallam selalu i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau beri'tikaf sesudah beliau." (HR. Bukhari dan Muslim)
       Tabi’in yang mulia Al Imam Ibnu Syihab Az Zuhri berkata, “Sangat mengherankan keadaan kaum muslimin, mereka telah meninggalkan i’tikaf padahal Nabi r tidak pernah meninggalkannya sejak masuk ke kota Medinah hingga wafatnya”
           Diantara keutamaan ibadah I’tikaf, dia merupakan wasilah (cara) yang digunakan oleh Nabi shallallohu alaihi wasallam untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar sebagaimana dituturkan oleh Abu Said Al Khudri radhiyallohu anhu,
“Nabi shallallohu alaihi wasallam telah  beri’tikaf di sepuluh awal bulan Ramadhan, kemudian beliau beri’tikaf di sepuluh pertengahan, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya saya telah beri’tikaf sepuluh awal (bulan Ramadhan) (untuk) mencari malam Lailatul Qadar kemudian saya beri’tikaf di sepuluh pertengahan (Ramadhan) kemudian saya didatangi (malaikat) lalu dikatakan kepadaku: Sesungguhnya malam Lailatul Qadr itu di sepuluh akhir (bulan Ramadhan), karenanya siapa di antara kalian yang mau beri’tikaf, maka hendaknya dia beri’tikaf! Maka beri’tikaflah manusia (para sahabat) beserta beliau …” (HR. Bukhari dan Murlim)
        Maka bagi kita yang merindukan malam seribu bulan mari mendekat ke rumah-rumah Allah di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tuntaskan segala kesibukan dan urusan duniawi anda sebelum malam-malam mulia tersebut karena uswah hasanah kita telah mencontohkan dengan pelbagai kesibukan yang beliau miliki namun dalam setiap tahunnya beliau ‘cuti’ selama sepuluh hari untuk konsentrasi bertaqarrub dan bermunajat kepada Rabbnya. Seharusnya paling tidak setiap kita pernah merasakan bagaimana keindahan i’tikaf walaupun  hanya sekali dari umur yang Allah berikan kepadanya.

          Demikianlah beberapa ibadah penting yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Ramadhan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam. Semoga kita termasuk di antara orang-orang yang mendapat taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengamalkannya agar kita benar-benar mendapatkan kebaikan dan keberkahan bulan Ramadhan dan bukan menjadi orang yang merugi dan celaka dengan kedatangan bulan yang mulia ini. Cukuplah hadits ini sebagai renungan bagi kita semua:
« رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ »
“Celakalah seseorang yang namaku disebut di sisinya lalu dia tidak bershalawat kepadaku,celakalah seseorang yang datang kepadanya bulan Ramadhan lalu berlalu sebelum dia diampunkan dan celakalah seseorang kedua orang tuanya telah mencapai usia renta di sisinya namun tidak memasukkannya ke surga” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu dan dishohihkan Albani)

Wallohul Musta’an wahuwa Waliyyut Taufiq

5 AMALAN PUASA

5 AMALAN DI BULAN RAMADHAN



Alhamdulillah, hari ini sudah memasuki hari keempat di Bulan Ramadhan. Bagaimana puasa rekan-rekan semua ? Mungkin masih awal, jadi ada beberapa penyesuaian. Biasanya tidak makan sahur, harus bangun malam kemudian makan sahur. Jadi siang harinya agak kurang fit ya. Pengorbanan itu tidak sebanding dengan manfaat dan nilai kebaikan yang Allah tebarkan di bulan penuh rahmat ini. Ramadhan dihadirkan Allah untuk mensucikan otak dan pikiran kita dari segala hal yang merusakan selama 1tahun lebih.
Bayangkan saja, di siang hari kita harus menahan semua nafsu tanpa kecuali. Apapun nafsunya..kita hanya diarahkan untuk mengingat Allah. Kantor-kantor pun memangkas jam operasionalnya. Contoh kantor pos surabaya, yang biasanya jam 08.00 - 20.00, selama ramadhan hanya buka dari 08.00 - 16.00. Tujuannya memberikan waktu sebanyak-banyaknya untuk memanfaatkan bulan ramadhan ini, baik untuk keluarga maupun untuk beribadah.
Melakukan amalan di Bulan ramadhan tidak harus dengan yang berat-berat. Karena semua amalan baik di Bulan Suci ini berlipat nilai kebaikannya. Mari kita coba amalan ringan ini, mumpung masih hari keempat puasa:
1. Perbanyak senyum, dengan senyuman kita menebarkan kebahagiaan kepada orang lain. Ingat slogan3 S, Senyum-Salam-Sapa. Dalam bulan suci ini, dengan senyuman kita mempererat silaturahmi. Coba perhatikan, apa yang kita rasakan ketika bertemu orang dan berwajah cemberut ke kita? Marah bukan. Tetapi jika dia tersenyum, maka kita merasa dihargai. Kita pun pasti membalasnya dengan senyuman.

2. Rutin sedekah, minimal 1000/hari. Bersedekah adalah hal yang sangat dianjurkan dalam ISLAM, biasakan untuk bertanya kepada diri kita? “Sudahkah saya bersedekah hari ini??”. Secara nominal bisa berapa saja, mulailah untuk rutin. Jika dijalan bertemu dengan pedagang koran yang masih anak, berikan uangnya…kembalikan korannya. Sedekah adalah ibadah yang kontan langsung dibalas oleh Allah, baik secara material maupun berupa keselamatan. Karena itu di bulan suci biasakan bersedekah 1000/hari. Siap ??
3. Berikan takjil kepada yang berpuasa, ini adalah strategi cerdas selama ramadhan. Berikan takjil atau makanan pembuka, bisa segelas es teh atau kurma, atau hanya segelas kolak kepada mereka yang berpuasa. Anda akan mendapat nilai kebaikan sama dengan nilai puasa orang itu. Artinya anda dalan 1hari, jika anda memberikan takjil kepada 5orang, maka nilai puasa anda hari itu adalah 6x, karena anda sendiri dan 5 x dari orang yang anda beri takjil. Luar biasa bukan, hitung jika selama 30hari, berapa nilai kebaikan anda 180 kali lipat. Hanya dengan 5 gelas es teh setiap harinya.

4. Dengarkan ceramah, minimal 10menit, jika sebelum berbuka, biasakan untuk mendengar siraman rohani, tausyiah atau kultum (kuliah tujuh menit), baik di televisi atau di radio bagi anda yang sedang dalam perjalanan. Mendengarkan ceramah, pasti ada bacaan Alquran disitu. Dengan mendengarkan al-quran maka kita mendapat nilai kebaikannya. Apalagi di saat bulan ramadhan seperti ini, resapi dan masukkan nilai-nilai baru dalam tausyiah itu kedalam pikiran kita.

5. Menyegerakan berbuka puasa, ketika adzan maghrib terdegar, langsung ambil air putih untuk membatalkan puasa kita. Karena menyegerakan berbuka termasuk sunnah yang bernilai lebih dalam bulan ramadhan. Apalagi jika kita berbuka dengan kurma seperti yang dilakukan oleh Rasulullah. Dengan 3biji kurma ditambah air putih, maka energi kita menjadi pulih kembali. Bersiap untuk melakukan shalat maghrib terlebih dahulu.
5 amalan sederhana diatas, jika dilakukan dengan rutin dan benar selama bulan ramadhan ini, maka memiliki nilai besar baik disisi Allah, dan disisi manusia. Orang lain akan menilai kita jauh lebih sabar dan senang berbagi. Hubungan vertikal dengan Allah menjadi seimbang dengan Hubungan horisontal dengan manusia.
Ayo mulai saat ini, biasakan melakukan 5 amalan sederhana diatas untuk bekal kita, untuk meraih sebanyak-banyaknya bonus kebaikan yang Allah tebarkan di bulan suci ini. Juga sambil berbagi untuk menyebarkan tulisan ini ke teman-teman anda yang lain.
Semoga bermanfaat,

1. FATKHUR RIF'AN
2. M. AINUL FIKRI

SEJARAH PUASA

 1.FATKHUR RIF'AN     
Cetak E-mail
2.M.AINULFIKRI
 Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
  1. Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
  2. Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :
    "Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).
  3. Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
  4. Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

HIKMAH PUASA

Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183:
"Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalain bertakwa."

Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu". Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore.

Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?

Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah :
"Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya."

Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertamakali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan Asyura' dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn 'Amr ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura' dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura' beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu 'Amr) juga tidak berpuasa". (H.R. Bukhari).

"Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura' pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura' sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura' silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa". (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk melakukan puasa itu.

Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadis Ahaad (hadis yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). ”Ibn Abbas ra. meriwayatkan: ketika Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura', lalu beliau bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah hari Nabi Saleh as., hari di mana Allah swt. memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi saw. berkata: aku lebih berhak atas Musa dari kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa. (HR. Bukhari).

Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.

Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma.
"Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."

Kata 'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji.

Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama.

DEFINISI PUASA

Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
"Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (Q.S. Maryam : 26)

Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenarnnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya'ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.

"Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru'yat), dan berbukalah dengan berdasar ru'yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya'ban menjadi 30 hari.