NAMA : FATKHUR RIF’AN
NPM : 09188201180
KELAS: 2009-D
TUGAS: KRITIKSASTRA
Judul Buku: Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya
Penerbit: Pustaka Pelaja Pada salah tulisan bertajuk Kritik Sastra Indonesia Modern Tinjauan dari Jenis-jenis dan Tipe-Tipe Kritik Sastra, Pradopo mencoba menjelaskan perbedaan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra. Seperti yang diungkap Wellek bidang studi sastra meliputi tiga hal yaitu; kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra. Teori sastra ialah bidang studi sastra yang berhubungan dengan teori-teori kesusastraan. Sejarah sastra adalah bidang studi sastra yang membicarakan perkembangan sastra sejak lahir hingga perkembangannya yang terakhir. Kritik sastra membicarakan karya sastra secara langsung: menganalisis, menginterpretasi, dan menilai karya sastra.
Istilah kritik
berasal dari bahasa Yunani krites yang berarti seorang hakim,’krinein
berarti menghakimi’, dan kritikos berarti hakim kesusastraan. Istilah
kritik sastra ini pun memiliki pengertian yang berubah-ubah. Yang dimaksud
kritik sastra oleh Frye adalah semua kerja kesarjanaan dan selera yang
berhubungan dengan kesusastraan yang merupakan bagian dan pendidikan liberal,
kebudayaan atau studi humanitas.
Wellek mengumakakan
teori sastra berbeda dengan kritik sastra. Kritik sastra dalam arti sempit
adalah studi karya-karya sastra yang konkret dengan tekanan pada penilaiannya.
Menurut Jassin kritik sastra itu pertmbangan baik atau buruk karya sastra,
penerangan dan penghakiman karya sastra. Kritikus dipandang sebagai seorang
ahli yang memiliki kepadaian khusus untuk membedah karya sastra, memeriksa
karya sastra mengenal kebaikan-kebaikan dan cacat-cacatnya, dan menyatakan
pendapatnya tentang itu.
Pradopo
menyimpulkan kritik sastra memberi penilaian dan keputusan mengenai bermutu
atau tidaknya suatu karya sastra. Dalam kritik sastra, suatu karya diuraikan
(dianalisis) unsur-unsur atau norma-normanya, diselidiki, diperiksa satu
persatu, kemudian ditentukan berdasarkan “hukum-hukum” penilaian karya sastra,
bernilai atau kurang bernilainya karya sastra itu.
Bagi M.H. Abrams,
kritikus tidak hanya menjadi hakim semata-mata, tapi juga berhubung dengan
pendefinisian, penggolongan (pengklasan), penguraian (analisis), dan penilaian
(evaluasi) karya sastra. Jadi dalam melakukan kritik, seorang kritikus
menggolongkan, menguraikan, atau memecah-mecah karya sastra ke dalam unsur
pembentuknya atau norma-normanya, disertai tafsiran dan pada akhirnya
menerangkan karya sastra yang dikritik tersebut, bagaimana kelebihan dan
cacat/kurangnya dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Jenis-Jenis kritik sastra
1.Kritik teoritis (theoretical criticism), menurut
Abrams teori ini berusaha bekerja atas dasar Bedasarkan jenis
bentuknyaprinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat istilah yang tali
temali, pembedaan-pembedaan, kategori-kategori untuk diterapkan pada
pertimbangan dan interpretasi karya maupun penerapan “kriteria” untuk menilai
karya sastra dan pengarangnya.
2. Berdasarkan pelaksanaannya atau praktik kritiknya,
Abrams membagikan ke dalam tiga jenis kritik judisial, kritik induktif, dan
kritik impresionistik. Sedangkan Hudson, membaginya kedalam dua jenis ; kritik
judusial dan kritik induktif.
Kritik judisial (judicial criticism) menurut Abrams berusaha menganalisis
dan menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasi,
teknik, gaya, dan mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individu kritikus atas
dasar standar-standar umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan suatu karya.
Kritik induktif menurut Hudson adalah menguraikan bagian-bagian karya
sastra berdasarkan fenomena yang ada secara objektif.
Kritik impressionistik menurur Abrams menggambarkan dengan kata-kata sifat
yang terasa dalam bagian-bagian khusus (dalam) suatu karya dan tanggapan
(impresi) kritikus yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.
3. Berdasarkan orientasinya
terhadapkarya sastra
Kritik mimetik, memandang karya sastra sebagai tiruan
aspek-aspek alam. Kriteria yang gunakan dalam kehidupan adalah ‘kebenaran’.
Kritik pragmatik bertujuan memberikan efek tertentu terhadap pembaca
seperti kesenangan, estetik, pendidikan, atau tujuan politik. Memangdang karya
sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
Kritik ekspresif, menghubungkan karya dan pengarangnya. Karya sastra
sebagai curahan, ucapan, atau proyeksi pikiran dan perasaan penyair.
Kritik objektif, menganggap karya sastra sebagai suatu yang mandiri, bebas
baik dari penyair, pembaca, maupun dunia sekitarnya.
Corak Kritik Sastra Indonesia Modern
Kritik Teoritis
Salah satu esai pertama yang memuat teori-teori kritik sastra adalah kumpulan
esai H.B. Jassin berjudul Tifa Penyair dan Daerahnya yang ditulis pada
1952. Sedangkan kritik yang agak luas, ditulis oleh Rachmat Djoko Pradopo pada
1967 bertajuk Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern.
Kritik sastra teoritis terbit pada 1981 yang merupakan kumpulan esai Andre
Hardjana berjudul Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Pada 1966-1975
terjadi perdebatan metode kritik sastra antara golongan pengikut kritik sastra
Ganzheit yang diwakili oleh Arief Budiman dan Goenawan Mohamad dengan
kritikus analitik aliram Rawamangun yang para tokohnya antara lain M.S.
Hutagalung, J.U. Nasution, M. Saleh Saad, Boen Sri Oemarjati. Hingga pada 1968,
Pusat Bahasa Jakarta mempertemukan keduanya kemudia menerbitkan buku bertajuk Tentang
Kritik Sastra: Sebuah Diskusi (1978).
Kritik Terapan
Pada umumnya,
kritik terapan berupa esai-esai, timbangan-timbangan buku yang ditulis dalam
surat kabar, dan pidato radio yang kemudian dibukukan. Esai kritik sastra yang
terkenal adalah buku Kesusastraan Indonesia Modern dalan Kritik dan Esai
(4 jilid) himpunan H.B. Jassin.
Kritik sastra
dalam bentuk sejarah sastra disusun oleh A. Teeuw: Pokok dan Tokoh dalam
Kesusastraan Indonesia Baru (1952, 1955). Pada 1960-an terbit buku kritik
terapan ang berasal dari skripsi sarjana muda dan tesis sarjana. Sifat kritik
dan kumpulan esai itu pada umumnya bersifat impresionistik, tidak menyeluruh,
pendek dan tidak mendalam.
Tipe-Tipe Kritik Sastra Indonesia Modern
Peraturan Balai Pustaka yang membatasi buku yang hedak diterbitkan harus netral
terhadap agama, tidak berpolitik, berbudi pekerti, mendidik masyarakat, tidak
melanggar kesopanan masyarakat membuat jenis tipe teori yang berkembang pada
masa Pujangga Baru adalah teori pragmatik. Selain Pragmatik, ekspresif pun
menjadi pilihan kritikus pada masa itu dengan metode pengisahan orang ketiga
romantik-ironik.
Pada Angkatan 45 dengan masuknya aliran realisme dalam sastra kritik yang
banyak berkembang adalah mimetik, yaitu sastra adalah gambaran kehidupan yang
senyata-nyatanya. Chairil Anwar pada “Pidato Radio 1946” mengemukakan teori
objektif yang intinya sajak menjadi penting bukanlah karena panjang atau
pendeknya. Tapi karena tingkat dan kadarnya (gehalte).
Kritik sastra Prgamatik kembali digunakan Lekra yang menggunakan karya sastra
sebagai alat untuk mencapai tujuan politik dengan semboyan “politik sebagai
panglima”. Dengan dasar realisme sosialis dan Maxim Gorky, sastra mereka mengabdi
kepada rakyat (pekerja).
Metode analitis berkembang sejak tahun 60-an yang dikerjakan oleh kritikus
aliran Rawamangun yang menganggap karya sastra itu otonomi, terlepas dari
sastrawan, pembaca, dan alam sekitarnya. Dikemukakan Hutagalung, pusat
perhatian peneliti adalah karya sastra sendiri. Aliran ini kemudian dikenal
dengan aliran strukturalisme.
Pelaksanaan Kritik Sastra Indonesia Modern
Kritik H.B. Jassin seperti terbaca dalam buku-bukunya, menurut Pradopo
merupakan kritik impressionistik sebab Jassin tidak menganalisis keseluruhan
karya, melainkan hanya unsur yang memberikan kesan padanya. Bukan menganalisis
secara objektif karya yang dikritiknya. Selain itu, kritik Jassin juga dapat
dikatakan sebagai kritik judisial, karena dalam menilai karya ia menilai dengan
standar penilaian tertentu, dengan membandingkan karya satu dengan lainnya
sebagai standar penialaian.
Sebagian besar kritik terapan sastra Indonesia modern bersifat impresionistik
dan judisial. Sedangkan, kritik induktif atau kritik sastra dengan metode
penelitian ilmiah dilakukan para kritikus aliran Rawamangun yang mencoba
menampilkan fenomena secara menyeluruh, terperinci, dan sistematis.
Perbedaan Kritik
Ilmiah dengan Kritik Non-Ilmiah
Pada tulisan Perbedaan Kritik Ilmiah dengan Kritik Non-Ilmiah yang
diambil dari
kutipan pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra UGM, Pradopo membedakan
kritik berdasarkan asal kritikus dan sifat kritiknnya. Perbedaan tersebut
sebagai berikut.
- Kritik ilmiah dibuat oleh para kritikus ilmiah para ahli sarjana universitas/ IKIP yang bekerja sebagai dosen, peneliti LIPI, peneliti di pusat bahasa dan Balai Bahasa. Kritik ilmiah dapat berupa skripsi, tesis, disertasi, makalah, ilmiah, pidato ilmiah, dan penelitian ilmiah. Menggunakan teknik penulisan ilmiah, teori dan metode sastra yang menjadi dasar kritik (analisis) dinyatakan secara eksplisit dan diuraikan secara jelas. Memiliki penunjukan refrensi secara akurat, beorientasi pada sastra objektif dengan metode deduktif dan induktif dan menggunakan bahasa baku.
- Kritik non-ilmiah ditulis sastrawan, wartawan, atau ahli pikir yang mempunyai minat sastra. Berupa artikel dan esai-esai, tidak menggunakan TPI, teori sastra tidak digunakan secara eksplisit, tidak menunjukan refrensi yang akurat. Berorientasi ekspresif, bersifat impresionistik, tidak mencantumkan daftar pustaka, dan bahasa yang digunakan umumnya bukan menggunakan bahasa Indonesia yang baku/ tidak seluruhnya bahasa baku.
Menurut Paradopo kritik sastra ilmiah bertujuan menerangkan karya sastra sejelas
mungkin untuk dapat mengungkapkan makna karya semaksimal mungkin. Oleh karena
itu, digunakan teknik penulisan ilmiah, sistematika ilmiah, dan analisis
stuktur ke dalam unsur-unsurnya sampai mendetail.
Karya sastra merupakan artefak yang baru mempunyai makna, bila diberi makna
oleh pembaca (termasuk kritikus dan peneliti) dalam kerangka semiotik (sistem
tanda). Makna sastra berarti semua hal yang membuat karya sastra berharga/
bernilai bagi kehidupan sesuai dengan fungsi yang dikatakan Horace, indah,
menyenangkan, dan berguna (dulce et utile).
Lebih lajut
Pradopo menjelaskan, sebagaimana karya ilmiah pengetahuan lain, maka kritik
sastra ilmiah mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah tertentu. Semisal pada
bab 1 kerangka teori dan metode adalah hal yang sangat penting. Teeuw
mengemukakan bahwa analisis struktural menjadi prioritas. Jan Mukarovsky dan
Felix Vodicka mengembangkan strukturalisme dinamik, yaitu strukturalisme atas
dasar kosepsi semiotik.
Salah satu metode
analisis semiotik adalah metode pemaknaan sastra Riffaterre yang memerhatikan 4
hal: 1) karya sastra adalah ekspresi tidak langsung yang disebabkan 3 hal,
penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. 2) Untuk memproduksi
makna dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik, 3) untuk penafsiran
dicari kata-kata kunci (key word) atau matriks (matrix). 4) Hubungan
intertekstual, seringkali sebuah teks baru bermakna penuh jika dikontraskan
dengan hipogramnya (hypogram).
DAFTAR PUSTAKA
Kritik sastra Indonesia modern.prof.Dr. Racmat
Padopo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar