Kamis, 12 Juli 2012

Nilai Islam dalam Novel “Sabuk Kiai” karya Dadang A. Dahlan


http://images.maisya.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SiO@fAoKCGgAADngM0M1/c65340cebace7c248.jpg?et=TpQXfQs7Ysd8AbewXdPaFA&nmid=0
Sabuk Kiai menceritakan tentang seorang siswa SMA bernama Ranu Sadewa yang tidak mau kalau keberhasilannya dikaitkan dengan nama besar ayahnya yang seorang jendral. Askhirnya ia melarikan diri ke sebuah pesantren di Jawa untuk menuntut ilmu. Sebagai seorang  pemula, ia diremehkan oleh senior-seniornya. Hingga pada suatu hari, berakhirlah masanya untuk berguru di pesantren tersebut.

    Sinopsis singkat tersebut adalah permulaan sebagian kecil dari pembahasan novel Sabuk Kiai dari sisi keagamaan.

    Jika membahas tentang tiga hal pokok dalam Islam (syariat, aqidah, dan akhlak) tentunya akan ditemukan banyak hal sejak awal kisah dituliskan. Hal tersebut dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:

* Bapaknya langsung menampar wajahnya hingga terjerembab, ketika ijazahnya tidak tercantum nama Letjen. Abdul Syukur.(hlm 2)
Suatu bukti bagaimana sikap seorang Abdul Syukur terhadap keluarga (anaknya) yang tidak mencerminkan akhlak seorang muslim. Dalam AlQuran, seorang ayah sebaiknya membimbing
* Indah, seorang gadis SMA, bersikap ramah terhadap Ranu, yang merupakan kakak kelasnya. Sebuah sikap yang sebaiknya ditunjukkan terhadap sesama manusia.
* Sayyidina Ali, selain saudara sepupu, ia adalah anak paman Nabi, juga menantunya. Namun, yang perlu diingat, Nabi tidak hanya memandang karena hubungan saudara saja, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa (hlm 9)
* Kiai Misbah menyapa Ranu di mesjid pesantren, tidak seperti Komaruddin sang murid yang kasar dalam menyikapi Ranu yang baru datang. (hlm.25-27)
Sikap Kiai Misbah sangat mencerminkan anjuran Rasulullah mengenai adab memuliakan tamu.
* Ranu Sadewa mati-matian belajar agama untuk menghadapi tes masuk aliyah kelas dua. Walaupun sudah diakui sebagai cucu Kiai Misbah, tetapi tidak otomatis ia bisa masuk aliyah begitu saja tanpa tes. (hlm.33). KEGIGIHAN Ranu merupakan salah satu aplikasi dari ayat Al-Quran sebagai berikut:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”(Al-Ankabut:69)

    Dari beberapa contoh di atas, maka sudah terlihat bahwa begitu banyak sikap seseorang yang harus diperlihatkan agar dia dapat diterima oleh masyarakat di sekitarnya. Karena itulah akhlak sangat diperhatikan dalam bersikap. Penulis novel sebagai karya sastra juga harus memperhatikan bagaimana  menuliskan sikap agar pembaca mencontoh sikap tokoh pada novel yang ditulisnya.

    Pada sebuah poin di atas dibahas mengenai sebab penunjukan Ali sebagai salah satu pemegang amanah dari Nabi Muhammad. Di sini tertulis mengenai syariat Islam yang tidak melulu keras menyikapi suatu ketentuan. Misalnya saja mengenai nepotisme yang sedikit dibahas dalam novel Sabuk Kiai, Indah menyatakan bahwa nepotisme ada yang bersifat positif selama tidak hanya melihat kedekatan personal, tapi juga melihat kemampuan individu dalam bidangnya. Dengan kata lain, profesional.

    Sikap lain yang ditunjukkan oleh tokoh Ranu, yang memang seharusnya ditunjukkan seorang muslim adalah saat dia dimusuhi oleh seniornya di pesantren. Penulis teringat oleh suatu ayat dalam Al-Quran

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (Q.S. Al-Baqarah:159)

Saat itu Ranu hanya bersabar dan tetap bersikap lembut

    Ada pula kala Ranu mendapat tekanan dari sang ayah untuk tidak pergi, tapi Ranu memilih untuk tetap pergi mengikuti keinginannya, seperti kuatnya tekad seorang muslim yang diperintahkan Allah dalam ayat berikut:

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Al-Baqarah:246)

    Kehidupan pesantren sebagai latar belakang kisah Ranu Sadewa menciptakan suasana yang taat pada agama secara umum. Hanya saja pada beberapa santri yang lebih senior ketaatan pada agama mulai meluntur. Ketaatan yang bersumber dari hukum Islam tidak lagi diindahkan ketika uang menjadi tujuan.

    Dalam novel Sabuk Kiai, terdapat kisah seorang santri yang menjual ilmu yang dimilikinya (menciptakan azimat-azimat) agar mendapatkan uang. Terdapat pula yang merasa kebal karena ilmunya yang didapat dari pesantren Kiai Misbah menantang polisi agar menembaknya saat ia merampok. 

    Selain itu, dalam novel berjudul Sabuk Kiai sering disebutkan tentang ilmu laduni yang artinya ilmu yang membuat seseorang mampu menguasai ilmu apapun tanpa mempelajarinya. Bahkan Sabuk kiai milik Kiai Misbah (yang menjadi judul novel) dianggap memiliki kekuatan gaib. Pada akhirnya Kiai Misbah berusaha menunjukkan pemahaman yang sebenarnya agar keyakinan para santri benar-benar hanya pda Allah swt, bukan pada hal-hal instan seperti ilmu laduni maupun sabuk miliknya. Upaya Kiai Misbah sebenarnya seperti isi kandungan Al-Quran surat Al-Ikhlas ayat pertama. Menjelang akhir cerita Kiai Misbah memberitahukan bahwa sabuk miliknya hanya diisi tiga buah batu kali biasa untuk mengganjal perutnya saat menahan lapar.
  
    Novel adalah karya sastra yang diminati oleh masyarakat di dunia. Mengkaji novel dapat melalui berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan religi.

    Setelah mengkaji melalui pendekatan religi, dalam novel Sabuk Kiai terdapat banyak nilai-nilai islami, khususnya akhlak yang merupakan salah satu cakupan agama Islam.

2 komentar: