Sinopsis
hanya ada dua pilihan hidup bagi Han, sukses dan sukses. Kesulitan
ekonomi yang mendera keluarganya tidak
membuatnya patah harapan untuk menjadi seorang sarjana. Maka , segala pekerjaan
kasar pun ia lakukan demi impiannya.
Namun , ketila panah datang menyerang, Han tak mampu menghindar. Menikah
muda menjadi pilihannya. Satu pilihan yang menjadi boomerang bagi dirinya.
Kuliahnya terlantar dan kehidupan pernikahannya kandas pada tahun kedua.
Orang sukses punya banyak cara dan orang gagal selalu banyak alas an? Dan
tak mampu menjadi orang yang kalah. Ia harus membuktikan bahwa ia bisa menjadi
orang sukses. Tak ada cara lain. Han harus terus berjuang memperjuangkan cinta,
hidup , dan istrinya walau dalam kesendirian , walau sendiri itu dingin.
Pendekatan
struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang
sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang
berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan
antar unsurnya.
Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktural itu.
Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktural itu.
Dalam penelitian karya
sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau
struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum
memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2).
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Struktur karya sastra
(fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat
sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya
sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
Dalam penelitian karya
sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau
struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum
memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2).
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
1. Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Atar Semi(1993: 43)
mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita
yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam
Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.
Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur
cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam
menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat
sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa
atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta aderetan
peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112).
Karena alur berusaha
menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier
bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya.
d. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh.
e. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini:
a. Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwanta dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian.
b. Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan.
c. Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (1990: 26)
Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara tepat.
2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.
Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut:
Tokoh menunjiuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93).
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165).
Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara , yaitu:
a. Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan yokoh.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita.
d. Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya.
e. Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan (pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti.
Karena tokoh berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ;
a. Dimensi fisiologis, adalag ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya.
b. Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
c. Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45).
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Lartar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.
4. Tema dan amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).
a. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya.
d. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh.
e. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini:
a. Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwanta dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian.
b. Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan.
c. Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (1990: 26)
Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara tepat.
2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.
Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut:
Tokoh menunjiuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93).
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165).
Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara , yaitu:
a. Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan yokoh.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita.
d. Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya.
e. Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan (pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti.
Karena tokoh berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ;
a. Dimensi fisiologis, adalag ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya.
b. Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
c. Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45).
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Lartar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.
4. Tema dan amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).
NOVEL MENGGENGGAM IMPIAN KARYA
ENDIK KOESWONO
Ø Kutipan satu
“Lampu-lampu
hias menderet tersusun sempurna. Alunan langgan Jawa terdengar begitu merdu
menyejukkan hati serta menambah kesan tradisional yang abadi”.halaman.10
Kritikan
Bahwasanaya
pengarang menggarambarkan sebuah suasana yang sangat membahagialan tentang
ceritanya yaiti menggapai impian. Biyar para penikmat novel yang membacanya
ikut terpengaruh dalam lamunan yang dia angkatnya yaitu motivasi yang
terkandung di dalamnya untuk menambah semangat dalam kehidupan serta percintaan .
Ø Kutipan dua
“Alunan
gamelan dari pengeras suara itu tiba-tiba meredup, sayup-sayup lalu
menghilang”. Halaman.13
Kritikan
Di
sini pengarang juga menceritakan bahwasanya di sisi kbagahagiaan juga ada
unsur yang menyedikan yaitu tentang pernikahan yang kandas di tahun
ke dua karana istrinya bentrok sama ibunya Han.
Ø Kutipan tiga
“Semilir
angin tak akan bersahabat. Pelan namun pasti, menembus permukaan kulit, menusuk
hingga tulang sum-sum yang terdalam. Dingin membeku, angin semilir itu seakan
membawa butir-butir air dingin”. Halaman.16
Kritikan
Kutipan
tresebut terlalu dramatis seakan kehidupan selalu penuh denga kesusahan dan
penderitaan yang bertubi-tubi . sesungguhan kehidupan itu mengajarkan kita
untuk saling berbagi dan member terhadap sesame dan menolongnya tanpa pamrih
dan suka relawan tanpa membalas imbalan sepeserpun.
Ø Kutipan empat
“Benaknya
melayang pelan menembus langit-langit
berdebu di ruangan empat kali tiga kamar ini. Halaman”. 17
Kritikan
Seharusnya
di syukurin apa yang ia punyai sekarang tanpa mengeluh dan mengeluh daraipada
yang di jalanan hidupnya
terluntah-luntah tidak punya tempat tinggal untuk berteduh dari panas dan dingin yang
menghadangnya setiap hari.
Ø Kutipan lima
“Pada
siapa manusia bertanya ketika gelisah menelimuti hati yang gelisah ini? Pada siapa manusia meminta
selimuti ketika mala ini begitu dingin” . Halaman. 23
Kritikan
Manusia
dalam keadaan gelisah ataupun sedih memintaklah kepda sang maha pencipta yang
member kita kenikmatan serta rizki tiada hentinya. Dan yang mendatangkan dingin
juga Allah maka jangan berhentinya selalu memintak pertolongannya kepadanya
agar di beri kemudahan.
“Sepi,
hening, dan tak ada sedikit pun suara. Langit malam yang tak lagi suci, begitu
banyak juga manusia yang merenggut kesuciaanya dan memperkosa langit dengan
beribu ulah serakah”. Halaman .25
Kritikan
Keserakan
membuat orang menjadi tamak apalagi sampai merenggut kesucian seseorang yang
tidak berdoasa dia seperti binatang yang mencari mangsanya. Dan jangan turuti hawa nafsu karna
bisa menyesatkan kita sendiri dan orang lain menjadi kambing hitamnya.
Ø Kutipan enam
“Sedetik
kemudian, mereka telah berada di atas motor itu. Terpaan angin malam membuat
bulu kuduk berdiri. Seperti beribu jarum yang menghujan pori-pori, menembus
hingga kulit terdalam”. Halaman .29
Kritikan
Tak selamanya keheningan itu melanda dalam
kehidupan karn keheningan itu trgantung pada indarividu masing-masing yang
menjalaninya.
Ø Kutipan tujuh
“Terminal
kecil pinggiran kota ini lengang, hanya beberapa mobil angkutan teronggok kaku
tak berpenghuni. Di ujung timur yang cukup jauh, sebuah warung masih tampak
buka dan beberapa orang tua duduk-duduk di sana untuk sekedar menikmati
secangkir kopi dan membicarakan masa mudanya”. Halaman . 35
Kritikan
Memang benar kita harus menata masa muda kita untuk menata
masa yang akan mendatang agar kelak nanti kita bisa menjadi orang yang sukses
bagi nusa da bangsa terutama bagi keluarga kita sendiri serta orang-orang yang
terdekat terhadap kita.
Ø
Kutipan
delapan
“Angin pagi sisa malam masih
gemar menusuk- nusuk kulit dari sela-sela jendela kamar yang tiba-tiba
terbuka”. Halaman .41
Kritikan
Angin malam yang dimaksud yaitu suasana yang begitu menharukan yang di
jalani Han dalam kehidupannya karna ia harus memimilih antara nikah muda denga
cita-citanya menjadi sarjana.
Ø
Kutipan
sembilan
“Secepat kilat, Han ngacir masuk
ke kamar sambil tertawa ngakak. Ganti baju, shalat shubuh, minum coklat panas
duduk di sofa dan menikmati rokok”. Halaman
.45
Kritikan
Memang sholat mengobati mengobati
rasa stres dan menyejukkan hati,
jadi jangan lupakan sholat sesibuk apapun kita beraktivitas agar usaha kita
bisa lancer dan di permudahkan semua jalanya dan di jauhkan dari kemungkaran.
Ø
Kutipan
sepuluh
“Rio hanya cengar-cengir sambil
menyodok lengan Han denga sikunya. Han mendiamkanya dengan imajinasi liarnya”. Halaman . 49
Kritikan
Pakailah imajinasi agar mempunyai
warna dalam menjalani hidup ini dan mempunyai warna yang lebih berarti. Karna
imajinasi mempunyai warna tersendiri dalam menjalani sebuah kehidupan dan pergaulan di kalngan para remaja
sekarang, tapi berimajinasilah dengan baik tanpa menimbulkan ke negatifan
terhadap orang lain.
Ø
Kutipan
sebelas
“Iya, kami ke sini untuk periksa
kesehatan. Apakah di usia kami ini sudah bisa dan layak untuk memiliki anak?,
kata Han seenaknya, malau-mali tahi ayam”. Halaman .51
Kritikan
Keshatan itu memang penting tanpa
ternilai harganya apaalgi kalau sudah menikah agar bisa mempunyai anak dalam menggali istrinya,
dan anaknya bisa menjadi anak yang sholeh dan sholikhah yang berbakti kepada
kedua orang tua.
Ø
Kutipan
dua belas
“Huh
…..hebat? s udah menikah, tapi belum melakuka hubungan intim. Padahal, banyak
yang datang ke sini sudah melakukan hubungan intim dulu sebelum menikah,”
katanya di sela-sela tawa sepanjang pengantin baru itu”. Halaman. 55
Kritikan
Jangan lakukan hubungan intim
tanpa ikatan sebuah perkawinan karna
Allah akan melaknatnya, kecuali engkau sudah melakukan ikatan perkawinan gaulilah istrimu dengan
senang hati menurut syariat islam agar kelak anakmu nanti jadi anak yang
berbakti bagi kedua orang tuanya dan nusa serta bangsa.
Ø
Kutipan
tiga belas
“Stttt
……, lagi ada pemeriksaan. Tunggu satu jam lagi, aku baru off,” Dokter pipit
tersenyum pedas pada Han”. Halaman .59
Kritukan
Jagalah
kesopanan kalau kita ada di tempat umum yaitu rumah sakit agar orang yang sakit
tidak terganggu, dan bukan di rumah sakit saja tapi di tempat yang lain agar
tidak terganggu aktivitasnya.
Ø
Kutipan
empat belas
“Pak
man tersenyum ketika sederet angka-angka tergores tegas di kertas itu. Satu
demi satu. Lalau dijumlah memang ada dua”. Halaman . 65
Kritikan
Ketertiban
memang penting di manapun kita berada agar tercipta keamanan, kenyaman,
keindahan, serta tidak terjadi tawuran.
Ø
Kutipan
lima belas
“Suasana menjadi hening. Hanya
gemircik pancuran kecil yang menghiasi ruangan itu. Han ingin cepat pulang,
lalu memberiah, kan sebuah kecupan hangat untuk indah, istri tercintanya”.
Halaman .67
Kritikan
Memang penting sekali untuk menyangi isrti agar dalam rumah tangga tercipta
sebuah keharmonisan dan kerukunan , karna istri nyawa kita yang ke dua seta teman kita untuk bercerita,
berbagi, bahagia, sedih, serta berduka kita rasa kan berdua meskipun tersa
pahit kalu kita jalani berdua maka akan menjadi terasa manis.
Ø
Kutipan
enam belas
“Han sepertinya mengelah napas
panjang. Sepanjang banyangan yang entah di mana ujungnya nanti. Han hanya mampu
menarik napas dalam, sedalam lautan biru entah seberapa jauh dalamnya”. Halaman
.69
Kritikan
Sebernarnya segala sesuatu itu
tergantung kepada kita sendri klu kita merasa sedih maka kita akan terhanyut
dalam rasa kesdihan tersebut, dan
apabila kita merasa bahaguia maka kita akan merasakan kebagian tersebut,
jadi jalani hidupi dengan santai sperti mengalirnya air maka hidup itu akan
terasa indah meskipun musibah menghadangnya.
Ø
Kutipan
tujuh belas
“Malam semakin menguasai segala
penjuru dengan beberapa pesona. Pohon cemara di lereng bukit sebelah selatan
menunjukkan betapa agung Tuhan sang pencipta “. Halaman . 73
Kritikan
Tuhan sang maha pencipta akan
mengkabulkan permintaan umatnya apabila umatnya tersebut mau menjalani
perintahnya dan menjauhi larangan.
Ø
Kutipan
delapan belas
“Malam tetap juga malam selalu
bersahabat danga beribu bintang dan sebuah rembulan. Terkadang datang juga awan
hitam yang membuat malam indah menjadi mencekam “. Halaman .80
Kritikan
Semua cobaan itu datang dari
Allah , tinggal kita saja yang menjalaninya apkah kita bisa menerimanya dengan
lapang dada apakah sebalihnya yaitu jauh dari tuhan yang mencaiptakan kita
serta langut dan bumi serta selurh isinya, kalau kita bisa menjalni cobaan tersebut maka kelak kita jadi manusia
yang yang beruntung di dunia dan
akhirat.
Ø
Kutipan
sembilan belas
“Siang itu. Han pulang dari
kampus dengan setangkai mawar merah yang dipetiknya di tepi jalan. Senyumnya
mengembang walau Han tahu sisa bahan makanan di rumah sudah menipis “. Halaman
.104
Kritikan
Terbarkan sebuah senyuman yang
indah agar enak di pandang bagi yang melihatnya. Dan semua masalah kalau di
iringi rasa senyum terasa beban berkurang dan di iringi rasa tabah serta ke
sabaran.
Ø
Kutipan
dua puluh
“Bunga mawar dalam ruangan itu di
tatapnya dengan lembut. Han baru sadar, hatinya berdebar kencang ketika didalam
kantongnya tidak lagi ada uang “. Halaman .110
Kritikan
Meskipun tidak punya uang iringi dengan kerendahan hati, agar tidak
emosi dan terbawa hawa nafsu yang ada di
dalam hati nurani masing-masing individu.
Ø
Kutipan
dua puluh satu
“Udara terasa panas menyengat,
dari titik kulit ari hingga urat nadi. Semua terasa tergrak menghindar dari
dari gerak cahaya matahari yang menerpa jagat raya ini". Halaman .129
Kritikan
Jangan menghindar dari
pemasalahan karna kalau kita menghindar
maka permasalahan tersebut tidak aka nada solusinya, maka permasahan
tersebut akan menjadi beban bagi diri kita.
Ø
Kutipan
dua puluh dua
“Malam ini datang tanpa di
undang. Membawa sebuah kegelisaan yang mendalam. Denga pelan, Han mendorong
motornya menelusuri gang perumahan yang sepi lengang “. Halaman . 137
Kritikan
Jangan terlarut dalam kegelisaan karna akan membawa kita ke jurang
kenistaan , serta hawa nafsu dan emosi.
Ø
Kutipan
dua puluh tiga
“Dingin yang menusuk Han harus segera kembali ke kamar
dengan sebuah botol kecil yang diguncang-guncang untuk melarutkan susu bubuk di
dalamnya dengan air hangat “. Halaman .147
Kritikan
Tugas sebagai orang tua kita
harus mengorbankan jiwa dan raga untuk anaknya, agar dia bisa makan serta
minuman agar anaknya tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat, dan cerdas.
Ø
Kutipan
dua puluh empat
“Han menghela napas panjang.
Dadanya berdebar hebat. Jantung tidak teratur berdetak dan benapasnya terasa
sangat berat “. Halaman 158
Kritikan
Jangan terlalu capaek dalam
beaktifitas karna kalau kita capek segala aktifitas kita akan berantakan, jadi
kita harus bisa mengatut jadwal kita kapan kita istirahat dan kapan kita bekrja
artinya yaitu seimbang.
Ø
Kutipan
dua puluh lima
“Han masih terduduk kaku di
lantai teras rumah kontrakanya. Angin meniupkan daun cemara, lalu
menggoyangkanya. Menimbulkan irama mistis dari surga dunia layaknya seribu
tahun lalu. Damai tanpa senjata api, apalagi bom nuklir “. Halaman .177
Kritikan
Memang betul kenyaman itu membuat
kita damai seolah-olah dalam lamunan
surga dunia yang kita nikmati. Dan ada istilah rumahku adalah surgaku.
Ø
Kutipan
dua puluh enam
“Selembar kertas yang dibaca semenit
yang lalu membuat Han terdiam kaku dalam duduk tersandaran bisu. Inikah cinta
yang engkau janjikan dulu? Inikah
tentang rasa yang kau berikan dulu?”. Halaman .178
Kritikan
Sebuah janji harus kita tepati jangan sampai
melanggarnya karna bisa nenjadi cambuk bagi kita sendiri dan merugikan bagi
orang lain.
Ø
Kutipan
dua puluh tujuh
“Mimpi tetap terusik pagi. Pagi
akan segera berganti siang dan begutu seterusnya. Berganti demi waktu ke waktu.
Melintasi batas-batas kewajaran “. Halaman .221
Kritikan
Mimpi adalah bunga tidur
terkadang ada yang menjadi kenyataan tekadang hanya sebuah halusinasi bagi
mitos belaka karna tergantung kepercayaan individu masing-masing, tapi jangan
meremehkan sebuah mimpi karna ada
kenyataanya juga.
Ø
Kutipan
dua puluh delapan
“Perjalanan tiga jam dari jombang
ke blitar cukup cepat. Apalagi mendung yang menggantung di langit seakan
mengajarnya untuk segera meninggalkan jalan raya dan masuk rumah “. Halaman .
224
Kritikan
Jangan menyesali keadaan yang
sudah tejadi karna di bali penyesalan terdapat hikmah yang tersembunyi .
Ø
Kutipan
dua puluh sembilan
“Empat bulan setelah Han menandatangani surat cerai
itu, sebuah kabar disampaikan oleh angin
malam, bahwasannya indah segera akan menikah lagi “. Halaman . 241
Kritikan
Kalau kita berumah tangaga janga
sekali engakau ucapakan cerai karna kalau kita cerai yang jadi korban anak kita yang tidak tau apa-apa
dan kehidpan anak kita tidak akan
bahagia karna kurang kasih terhadap orang tuanya sendiri, meskipun ibunya kawin
lagi tapi seorang anak akan mersa kurang bahagia karna tidak tinggal dengan
orang tuanya sendiri.
Ø
Kutipan
tiga puluh
“Perilaku dan kalimat yang
terucap seakan selalu dijaga, kesan sedrhana selalu terpadukan dengan senyum
yang selalu mengembang dari bibirnya”. Halaman .277
Kritikan
Memang betul kalu kita
mengucapkan sesuatu kita harus bica nenjaganya karna ucapan tersebut bisa menyinggung
persaan orang lain kalu dia salah
menanggapinya, maka ucapan itu akan menjadi musuh bagi kita sendiri.
Ø
Kutipan
tiga puluh satu
“Hujan rintik-rintik, udara
dingin menusuk hingga ke tulang terdalam membawa kenikmatan yang luar biasa ketika
rasadingin itu dinikmati dengan rasa syukur”. Halaman .309
Kritikan
Bersyukurlah apa yang engkau
nikmati dan apa yang sudah terjadi karna itu semua peringatan dari sang maha
robbi agar kita tidak serakah terhadap sesuatu
yang tidak bisa kita miliki.
Ø
Kutipan
tiga puluh dua
“Pagi itu masih seperti pagi-pagi
yang sebelumnya. Udara masih tampak
sejuk dan matahari pagi belum bersinar. Sementara, Han sudah jalan-jalan
pagi menelusuri gang-gang di sekitar rumahnya “. Halaman .343
Kritikan
Udara yang sejuk karna Allah yang
maha robbi serta matahari yang terbit
menghiasi di pagi hari itu semuanya karna kebesarannya, kita sebagai umatnya
harus menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Ø
Kutipan
tiga puluh tiga
“Malam sudah pekat. Gelap
menjelma seakan tak pernah tembus
pandang di mana ujungnya. Saatnya untuk menuju kea lam mimpi, merangkai
kejadian sehari tadi untuk menyimpannya
menjadi sejarah hidup yang pernah bisa di ulang, tapi tetap bisa dikenang “.
Halaman .363
Kritikan
Segala sessuatu yang sudah
terjadi jadikanlah sebuah sejarah yang indah untuk menjani kehidupan di
lembaran baru dan mengisinya dengan hal-hal yang bernanfaat dan jangan
tinggalkan masa lalu agar bisa menjadi kenangan untuk di cerutakan kapada anak
cucu kita kelak nanti. Karna kehuidupan seperti roda yang berputar dan tidak
ada ujungnya.
Daftar Pustaka
Jakop Sumardjo. dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Luxemburg, Jan Van, Meikel Basl, Willem G Westeijn. 1986. Pengantar Ilmu Sastra (terj. Dick Hartoko), Jakarta: Gramedia.
Mursal Esten. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
------------------- 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sapardi Joko Damono. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: PPPB Dep. Pdan K.
Jakop Sumardjo. dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Luxemburg, Jan Van, Meikel Basl, Willem G Westeijn. 1986. Pengantar Ilmu Sastra (terj. Dick Hartoko), Jakarta: Gramedia.
Mursal Esten. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
------------------- 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sapardi Joko Damono. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: PPPB Dep. Pdan K.
Dosen Pembimbing : Drs. Arif
Susanto, S.S
Tugas : Kritik Sastra
NAMA
: M.
Ainul Fikri
NPM
:
09188201161
KELAS : 2009-D
terimkasih Mas M. Ainul Fikri tidak menyangka Karya kecil saya di jadikan bahan Skripsi...
BalasHapus